Keluarga adalah suatu institusi terkecil dalam sebuah komunitas.dan gambaran miniatur kondisi suatu negara. Kita bisa membayangkan bila kehidupan keluarga berantakan secara moril dan spiritual. Kemungkinan besar tatanan kehidupan secara nyata di tempat tersebut juga akan kacau. Sebagai contoh kehidupan di kota Sodom dan Gomora, dimana kita mendapatkan kasus LGBT yang pertama di dunia ( Kejadian 18:20, kej 19: 4-9). Bila ingin mengubah suatu tatanan kehidupan moril .spriritual, karakter dan sikap dari suatu daerah/,negara, maka kita harus memulainya dari keluarga kita masing-masing. Jadilah agent-agent perubahan dalam keluarga.
Menilik kisah Yosua, ketika berhadapan dengan bangsa Israel, maka dengan teguh dan tegas, dia mengatakan bahwa dia dan keluarganya hanya menyembah Allah saja. ( Yosua 24:15). Untuk mewujudkan satu keluarga bersama-sama dengan sepenuh hati menyembah Allah, tidaklah mudah. Karena dalam kenyataan sehari-hari, kita melihat bagaimana seorang ayah atau ibu yang setia hidup di dalam Tuhan. Saat teduh setiap hari, rajin berdoa dan melayani, tetapi hal tersebut hanya dilakukan sendiri saja, tidak terjadi proses penularan yang baik atau diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya. Bila hal ini terjadi, berarti ada yang harus diperbaiki. Dari sisi yang lain, kita juga melihat bagaimana Raja Daud seorang yang berkenan di mata Allah, tetapi ada saat tidak melakukan tindakan yang tegas dan adil dalam keluarganya/ terhadap masalah antara anak-anaknya sehingga menimbulkan kepahitan/luka batin bagi anaknya Absalom yang kemudian membuat Absalom berbuat nekad ( 2 Sam 13).
Keluarga memang institusi terkecil, tetapi dalam kenyataannya untuk melakukan suatu perubahan terkadang lebih sulit dibandingkan dengan di tempat bekerja atau dilingkungan.
Untuk menjadi teladan dalam.keluarga yang akan berdampak bagi setidaknya lingkungan sekitar kita tidaklah gampang. Dan tidak bisa dikerjakan dalam waktu yang singkat. Tetapi sudah harus dimulai sejak kehidupan rumah tangga berjalan. Hal ini tentulah membutuhkan kesabaran, keuletan, semangat pantang menyerah dan keyakinan yang teguh. Kenyatan yang kita lihat dalam kehidupan sehari – hari. Ada orang yang berjabatan dalam kumpulan sosial kemasyarakatan seperti Serikat Tolong Menolong (STM), kumpulan Marga atau aktif dalam pelayanan di gereja atau pelayanan dengan menjadi anggota majelis atau pengurus kegiatan lainnya di gereja, tetapi kehidupan keluarganya jauh dari hidup sebagai contoh/teladan bagi orang lain. Jangan lupa, menjadi seorang pemimpin dimulai dari keluarga. Jikalau seorang Bapak tidak bisa memimpin keluarganya sendiri (istri dan anak-anaknya) bagaimana mungkin bisa menjadi pemimpin yang baik. Ironis sekali bila Bapak atau Ibu sedemikian menggebu dan rajin sekali melayani dan memimpin orang, tetapi hubungan sesama antar keluarga tidak sehat, jauh secara hati. Yang walaupun dalam satu ikatan keluarga tetapi sibuk hanya mengurus diri dan kehidupan masing-masing, yang tidak ubahnya seperti anak kost dalam satu rumah.
Hal sedemikian menarik untuk kita amati, pelajari dan pahani, mengapa bisa sampai terjadi?
Mari kita kupas bersama :
- Keluarga membutuhkan teladan yang nyata bukan retorika..
- Diluar sana seseorang bisa menjaga image nya sedemikian baik.
- Tetapi tidak demikian dalam keluarga karena semua sikap, perkataan. perbuatan dan tindakan kita tuntas terlihat dengan nyata.
- Keluarga lebih melihat tindakan yang nyata daripada sekedar ucapan.
- Ucapan/kotbah yang sering kita sampaikan di pelayanan ataupun gereja ( sebagai pengurus jemaat) tidaklah lebih didengarkan dalam keluarga kita bila tidak disertai dengan perbuatan yang selaras dengan ucapan kita.
- Keluarga melihat apa adanya diri kita tanpa embel – embel apapun yg melekatkan pada kita di luar sana. Apakah itu Doktor, Direktur, Pendeta, Sintua dsb.
- Keluarga adalah cermin dari setiap kata dan komitmen yg kita sampaikan ( keluar dari mulut kita)
- Keluarga adalah saksi nyata dari tindakan-tindakan kita.
- Keluarga adalah gambaran kita yang sebenarnya.
- Keluarga punya kedudukan yg sama pentingnya dengan pelayanan yang kita lalukan.
Tindakan nyata yang dapat dilakukan agar kita menjadi teladan dalam keluarga, antara lain:
- Berilah waktu yang cukup untuk bersama-sama dengan keluarga.
- Saat teduh bersama, Kebaktian Keluarga yang rutin dan menyenangkan. Berdoa syafaat bersama dgn waktu yang disediakan dengan rutin. Rekreasi bersama. Makan bersama (setidaknya sekali dalam sehari seisi rumah bertemu di meja makan) Pergi ke gereja bersama seisi rumah ( bila Kebaktian dilakukan dregan off line), mengunjungi keluarga dan teman bersama, dsb.
- Hal ini seyogianya diwujudkan dan diperjuangkan sejak awal pernikahan, ketika anak-anak balita, usia sekolah, remaja,ketika mereka dewasa, dst. Sehingga meminimalisasi/menjauhkan gap (kesenjangan dan kerenggangan) diantara keluarga.
- Jadilah sahabat terdekat bagi pasangan hidup kita dan anak-anak kita.
- Sehingga mereka merasa bebas tanpa sekat untuk bercerita apa saja dengan tidak meresa sebagai orang yang tertuduh apalagi merasa digurui dan dihakimi.
- Banyak-banyaklah berbuat kasih yang nyata dalam keluarga inti. Kasih itu bukan hanya ucapan tapi yang terpenting adalah perbuatan/tindakan dan pengorbanan. Kita tidak dapat menutup mata bahwa adakalanya seseorang sangat mengasihi orang lain ketimbang keluarga intinya. Yang dapat menimbulkan amarah yang memendam di hati keluarga inti tersebut.
- Jangan melarikan diri dari tanggung jawab keluarga dengan menyibukkan diri di pelayanan. Ada orang yang gagal menjadi teladan dalam keluarganya yang kemudian menutupinya dengan membangun teladan semu di lingkungan sosial, gereja, ditempat bekerja dan seterusnya.
- Jangan anggap remeh atau frustasi menghadapi kondisi keluarga yang tidak baik tapi hadapilah dan selesaikan satu persatu, sedikit demi sedikit. Dengan kekuatan dari Tuhan Allah maka pasti dimampukan menyelesaikannya.
- Ingatlah. Keluarga itu paling tahu kelemahan kita. Karena itu rendah hatilah untuk meminta maaf yang tulus tanpa paksaan bagi seisi keluarga. Buang sikap gengsi apalagi sikap membenarkan diri sendiri.
- Bertindaklah dengan benar, tegas, adil, transparan, penuh kasih dalam keluarga.
- Ucapan dan tindakan kita yang tidak selaras akan menimbulkan akar pahit bagi pasangan hidup dan anak-anak kita.
Hal-hal yang perlu kita hindari dalam hidup bersama dengan sesama kita, yang akan berdampak bagi keluarga kita antara lain :
- Hindarilah sikap rajin mempercakapkan kelemahan orang lain. Atau suka mengoreksi orang lain.. sehingga lupa untuk mengoreksi diri sendiri dan melihat kelemahan diri.
- Janganlah menganggap diri lebih baik dari orang lain sehingga dengan gsmpangnya menghakimi orang lain.
- Apa yang kita lakukan bagi sesama kita pasti akan berdampak juga dalam kehidupan keluarga kita.
Menjadi teladan dalam keluarga itu adalah hal yang tidak gampang.. Mari kita berbenah diri dari hari ke hari dengan sikap rendah hati dalam limpahan kasih Kristus dengan pengejawantahan yang nyata dalam hidup yang kita jalani bersama keluarga.
Keluarga adalah saksi hidup kita.
Teladan itu dimulai dari tindakan nyata.
Oleh: Maria Peratenta Sembiring (Alumni FT)
No responses yet