Jalan-jalan, posting foto estetik dan caption asik di Instagram itu keren. Bisa ekspresiin diri dari busana yang kita pakai seturut tren itu kece. Berhasil menemukan serangkaian produk perawatan kulit yang cocok sama kita itu rasanya wah. Terus apa spesialnya orang-orang kalau sudah keren semua?
Oleh karena Allahku spesial, aku spesial. Karena aku dispesialkan, aku melakukan hal-hal spesial. Spesial itu ketika sadar apa yang baik dihadirkan atau dilakukan, kemudian kita hadirkan dan lakukan. Spesial itu waktu kita tidak begitu diapresiasi oleh orangtua, tapi terus didukung dan diapresiasi oleh teman-teman serekan kerja ataupun sepermainan. Kita belajar arti apresiasi, kemudian bisa mengapresiasi diri sendiri, orang lain, bahkan orangtua kita tadi. Bukan karena mau diapresiasi, tapi karena sudah sadar pentingnya mengapresiasi dan menghargai –menyatakan dan menyadarkan kespesialan orang lain oleh karena ia pun ciptaan spesialnya Allah juga.
Aku lahir setelah seorang abang sulung dan kakak keduaku lahir, dibesarkan oleh kedua orangtua yang sama-sama anak sulung di keluarga dengan budaya masing-masing. Ayahku seorang tionghoa dari Bandar Lampung dan Ibuku bersuku batak dari Pematangsiantar. Maka aku dibesarkan di tengah banyak kepemimpinan yang mendominasi, yang juga membuatku terbiasa beradaptasi di antara dominasi. Eh, setelah itu aku juga ada seorang adik laki-laki di keluarga kami.
Ayah Ibuku membesarkan abang sulung dengan sepenuh hati, kemudian segala yang dipandang kurang tepat yang pernah mereka perbuat diperbaiki ke pola asuh kakak kedua. Menyadari ada aspek yang mengecewakan dari kakak kedua, beliau-beliau pun semakin tidak memberi banyak pilihan kepadaku dan adikku dalam menentukan hidup bahkan sekadar berpendapat demi meminimalkan peluang kesalahan dalam pola asuh, demi sesuatu yang mereka pandang baik untuk kami kelak.
Tentu saja itu hanya asumsi yang berdasarkan sudut pandang subjektifku.
Sebelum memiliki domain komersialnya, CelotehNgoceh.com adalah blogspot amatir dari seorang remaja yang memiliki banyak ketidaksetujuan dan sanggahan atas orangtuanya. Semacam diary sekaligus bentuk eksistensi diri. Apa yang ia tonton, ia dengar, ia lihat, ia alami, terus dikomentari atau sekedar ditanggapi tak peduli dengan data ataupun fakta. Diketik saja semua tanpa basa-basi.
Sedari tidak ada yang peduli, terus diketik, terus diposting. Sampai ada yang mengapresiasi membuat ia sadar ada yang membaca tulisannya ini. Semakin sadar ia sedang dibaca, semakin belajar ia menyajikan tulisan yang layak dibaca. Diapresiasi lagi, ia semakin yakin dirinya bernilai dan dapat menolong orang lain. Lagi, lagi, ia belajar lagi bukan hanya apa yang ia mau sampaikan, melainkan juga apa yang orang lain butuhkan. Kini ia mengusahakan diri untuk tidak luput dari kejadian sehari-hari, belajar menjelajah orang lain dan fenomena di sekitarnya karena ia peduli dan mau menyumbangkan pendapatnya yang semoga bisa jadi bahan solusi untuk ditulis dan kemudian dapat dibaca pembaca.
Sejak 2015 ia mulai menulis blog. Pada 2018, ia belajar pengalamatan internet dan menyisihkan uang sakunya sendiri hingga bisa membeli hosting dan domain mandiri bernama CelotehNgoceh.com. Situs ini menjadi lebih diprioritaskan dalam pencarian google dan memiliki pita lebar yang memungkinkan akses pembaca tanpa hambatan, selain nama yang mudah diingat dan diketik di layar gawai.
Semakin gadis belia ini memberi diri dengan senang hati, semakin ia melihat banyak kenyataan yang acap luput dari publikasi media. Kecemasan pendidikan anak dan kesejahteraan perempuan saat PSBB, keadaan pengusaha toko kelontong, keberadaan pengusaha lokal buku independen, bagaimana para petani kopi bersatu dalam wadah koperasi, bertahan dengan menginisiasi wirausaha muda di balik semaraknya orang-orang membungakan uang di lantai efek, hingga minimnya empati pendengar terhadap pembicara virtual, semua berhasil Allah kirimkan sehingga ia temukan, gelisahkan. Di masa pandemi, ia kaji dan tulis di situs ini.
Ia hanyalah gadis biasa di mata orang-orang, namun gadis luar biasa spesial di mata Tuhan Yesus. Aku, Jessica Napitupulu, anak gadisnya juruselamat dunia.
Bukan pekerjaan yang hebat, bukannya menghasilkan malah menguras sumber daya yang ada. Tidak jarang dicibir meski juga banyak yang apresiasi. Bahkan sering tenggelam dalam kesedihan sendirian saat menemukan kenyataan lapangan yang tidak baik-baik saja, isu sekitar kita yang jarang dikemukakan. Tulisan berjudul Pengabdi Patriarki memiliki latar belakang kenyataan bahwa pelecehan seksual anak dan pudarnya hak asasi beberapa sosok istri/ibu masih sering ditemukan di lingkungan keluarga, korban dan pelaku di bawah satu atap. Tulisan “Tentang Kehilangan” juga terinspirasi dari kedukaan terdalam teman-teman yang terpisahkan oleh kematian dengan anggota keluarganya, di samping aku yang beranggota keluarga lengkap dan sehat.
Tapi Allah kita yang spesial tidak sembarang membentuk, memberikan kegelisahan dan pekerjaan untuk anak-Nya yang spesial. Kesusahan yang diizinkan terjadi tak pernah lewat dari perhatian-Nya.
Di tulisan “Aku Jelek” saat menjelajah orang lain, aku malah menemukan kunci jawaban atas diriku sendiri yang jadinya kujelajah. Pada “Scoliosis Fighter: Bent, Not Broken” beberapa pembaca yang telah kukenal maupun belum pernah kenal berhasil menjangkau kontak pribadiku dalam menceritakan kegelisahan yang sama. Kami berbagi pengalaman dan langkah medis juga saling membangun kepercayaan diri dan menemukan spesialnya para pejuang skoliosis. Benar yang dikatakan firman “Carilah dulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu”. Berawal dari niat menyalurkan diri ke bukan siapapun, menyampaikan yang diinginkan diri dan dibutuhkan orang lain, dan total memberikan atensi menulis mengenai apa yang dibutuhkan orang lain, berhasil membuat gadis spesial ini menyadari dirinya spesial.Wuhh!
Aku juga jadi lebih objektif dalam menghadapi permasalahan sehari-hari, menulis dan membaca menolongku untuk melihat sebuah konflik dari berbagai pertimbangan dan sudut pandang. Aku kini dimampukan untuk menerima orangtuaku sebagaimana mereka adanya. Jikapun aku mungkin masih kecewa terhadap beberapa aspek dalam mereka, itu tidak mengurangi hormatku pada mereka yang secara spesial diberikan untukku. Bagaimanapun, beliau berdua adalah utusan-Nya untukku di dunia.
Hei, tahu tidak? Beberapa bulan lalu, aku hampir pupus, CelotehNgoceh.com sepertinya tidak akan berlanjut perihal finansial. Sumber dananya hanya dari penyisihan sepersekian uang sakuku tiap bulan, yang kemudian terkumpul dan dibayarkan tahunan kepada penyedia jasa domain. Dana sudah terkumpul berlanjut sampai November 2020, tapi yang telah dikumpulkan itu terpakai karena keperluan mendesak dan persembahan natal yang melebihi anggaran (yang kurasa penting dan mendesak juga). Dengan tetap setia dengan memberikan diri apa yang kumampu, di antara kesempatan melayani yang dipercayakan saat itu, PAK mengapresiasi apa yang kubagikan dalam Diskusi Pilkada 2020 tanpa pernah kuharap sedikitpun. Aku tidak tahu lagi menggambarkan takjubnya pada timing-nya Allah, selalu saja terkejut aku dibuat.
Dulu aku selalu berhasil diyakinkan sekitarku bahwa aku tidak spesial. Betapa tidak, kespesialan kita bukan yang didefenisi dunia, melainkan oleh-Nya saja. Aku spesial, aku berusaha melakukan hal yang spesial. Tentu saja, Ia pun selalu menyediakan yang kita perlu untuk melakukan yang spesial itu.
Oleh: Jessica Pradipta Alam Napitupulu (FEB’12)
No responses yet