MENCARI JIWA ATAU MENCARI UANG?

Dalam kehidupan sebagai profesional, baik pegawai/ karyawan dengan gaji rutin dan atau sebagai wiraswasta dengan kemandirian pengelolaan keuangan, sebagai seorang Kristen kita sering dihadapkan dengan situasi – situasi yang menjadi dilema bagi kita. Ketika ada begitu banyak tawaran dan godaan uang yang muncul di sekeliling kita dan banyak diantaranya yang sedemikian rupa begitu memikat hati dan pikiran manusiawi kita. Di tengah kebutuhan dan tantangan zaman di mana kesibukan dan prioritas hidup kita sering mengarah kepada hal- hal duniawi, kita seolah sering berada di persimpangan jalan untuk memutuskan apakah tujuan hidup kita masih tetap untuk mencari jiwa atau jangan- jangan sudah bergeser jauh kepada kesibukan mencari uang, demi gengsi dan kepuasan duniawi. Mari kita merefleksi diri atas respon atau reaksi kita ketika tawaran dan kesempatan menggiurkan itu datang kepada kita. Apakah kita secara tegas menolak, memberi waktu kepada diri sendiri untuk berpikir dan menimbang- nimbang baik buruknya, atau justru tanpa berpikir panjang menerima dan ikut serta dalam suatu ketidakbenaran?

Bekerja adalah keniscayaan bagi setiap insan di muka bumi karena sejak Adam dan Hawa diusir dari taman Eden (Kejadian 3) manusia harus mengusahakan tanah di mana ia berada untuk melangsungkan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam perkembangan zaman, nilai dan kualitas pekerjaan mulai disetarakan dengan uang yang nota bene merupakan alat tukar yang disepakati untuk menggantikan kebutuhan- kebutuhan hidup manusia. Bahkan dalam konteks persembahan, uang dikumpulkan untuk mendukung pelayanan dalam lembaga- lembaga persekutuan. Dengan adanya uang kegiatan pelayanan dapat didukung dan dimaksimalkan. Namun pertanyaannya, apakah dengan memberi persembahan, pelayanan sudah cukup? Mari kembali kita merefleksi diri kita, sudahkah kita memberi dengan kerelaan hati, bukan hanya uang kita, tetapi juga diri kita untuk melayani Tuhan? Dalam 1 Samuel 16: 7 digambarkan bahwa manusia melihat yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati. Konteks ayat ini menegur dan meneguhkan kita bahwa apa yang ingin kita buktikan kepada dunia tidak serta merta berkenan bagi Tuhan.

Tuhan memberi kita hati untuk melayani Dia, bukan karena kita layak tetapi karena Dia mengasihi kita. Mungkin sering agak susah dipahami, tetapi terkadang justru dalam ketidakmengertian dan ketidakberdayaan kitalah Tuhan ingin menunjukkan kuasaNya. Roma 11: 33 menyatakan betapa manusia tidak mampu menyelidiki keputusan- keputusan Allah dan tak terselami jalan- jalanNya. Maka dalam keterbatasan pengertian dan daya kita sudah sepatutnya kita bersyukur kalau Tuhan telah memanggil kita untuk melayani Dia. Bentuk respon kita atas kasih dan panggilan Tuhan itu pastinya termasuk dalam aktivitas pekerjaan yang kita tekuni saat ini. Pergumulan tentang godaan dan tantangan pekerjaan adalah keniscayaan dalam pekerjaan apapun di dunia ini. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita melihat pekerjaan kita sebagai bagian dari rencana Tuhan atas hidup kita termasuk panggilannya bagi kita untuk melayaniNya. Sehingga tujuan kita bekerja tidak dibatasi oleh ambisi mengumpulkan uang tetapi lebih jauh dari itu adalah sebagai kesaksian hidup dan persembahan diri kita sebagai pelayan Tuhan yang ditugaskan mencari jiwa untuk kemuliaan namaNya.

Ada banyak tokoh dalam Alkitab yang akhirnya jatuh ke dalam dosa karena uang diantaranya Akhan, Hofni dan Pinehas, Hizkia, Ananias dan Safira, dan Yudas Iskariot. Godaan uang sedemikian rupa membutakan mata hati manusia sehingga terkadang sampai melukai bahkan membunuh orang lain demi uang. Betapa kuat godaan iblis dalam representasi uang yang menyulut ketamakan manusia demi kepuasan duniawi. Apakah kita pernah atau bahkan mulai sering berada dalam keadan sedemikian lemah secara rohani sehingga seakan godaan mengumpulkan uang sudah mulai mengikis komitmen pribadi kita untuk memberi diri mencari jiwa bagi Tuhan? Mari kembali mengintrospeksi diri kita dan meminta kekuatan dari Tuhan agar hati kita diteguhkan dan pikiran kita dikuatkan kembali untuk mengutamakan Dia dalam hidup dan pekerjaan kita. Mari berjuang meneladani tokoh- tokoh Alkitab yang memberi kesaksian hidup yang benar tentang uang seperti Abraham, Raja Salomo, dan Paulus yang diberkati Tuhan dengan kekayaan dan kecukupan atas kesetiaan mereka kepada Tuhan. Abraham diberkati dengan kekayaan harta (Kejadian 13:2-3), Raja Salomo diberi hikmat oleh Tuhan untuk memperluas dan melipatgandakan kekayaannya (1 Raja- Raja 10:29; 2 Tawarikh 9: 3-14). Sementara Paulus dipelihara Tuhan dalam pelayanannya dengan bekerja sebagai pembuat dan penjual tenda, sehingga dapat menghidupi kehidupannya dan bahkan orang- orang yang ditemuinya dalam perjalanan pelayanannya. Maka, apabila komiten kita untuk memberi diri mencari jiwa bagi Tuhan adalah komitmen yang murni, maka keseluruhan hati dan pikiran kita akan kita condongkan kepada Tuhan dalam mengerjakan profesi kita. Tidak hanya mencari uang, tetapi terlebih utama menyenangkan hati Tuhan. Marilah kita bekerja mencari uang dan mencari jiwa dengan semangat seperti yang tertulis di Kolose 3:17 “Apapun yang kamu lakukan dengan perkataan dan perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh dia kepada Allah, Bapa Kita.” Amin.

Oleh: Leon Agusta, SS, M. Eng. Lit.

CATEGORIES:

Uncategorized

Tags:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Latest Comments