Latar Belakang Perjuangan Pendidikan di Indonesia
Ketika Kerajaan Belanda masuk ke Indonesia sebagai negara penjajah, maka seluruh tatanan aspek kehidupan bangsa Indonesia berada di bawah kekuasaan kerajaan Belanda pada masa itu. Sehingga rakyat Indonesia pada umumnya menjadi budak bagi kerajaan Belanda dengan menjadikan pekerja rodi untuk kepentingan negara mereka. Rakyat Indonesia pada masa itu tidak memiliki kebebasan penuh untuk bertindak. Termasuk dalam dunia pendidikan, bangsa Belanda pada awalnya sangat diskriminatif yaitu mendirikan sekolah-sekolah demi kepentingkan pendidikan anak-anak dan keluarga mereka dan membatasi anak-anak pribumi untuk mengecap jenjang pendidikan yang sama sehingga tingkat pendidikan anak-anak pribumi Indonesia tetap menjadi terbelakang. Bahkan tujuan pendidikan pada masa penjajahan Belanda hanya bertujuan untuk memenuhi kepentingan pemerintah Belanda dalam penyediaan tenaga kerja murah dan sekaligus sarana untuk menyebar luaskan kebudayaan Barat. Namun dalam sejarah perjuangan para tokoh pendidikan orang-orang pribumi, maka rakyat Indonesia dapat mengecap pendidikan di semua strata dengan baik hingga saat ini
- Pergerakan Beberapa Tokoh Nasional Dalam Bidang Pendidikan
Dilansir dari Kompas.com. Sejarah pergerakan beberapa tokoh pribumi yang beregerak dalam dunia pendidikan meskipun mereka masih dalam tekanan pengusa kerajaan Belanda pada masa itu, namun dengan berani mereka terus melakukan peregerakan tanpa takut dan terbukti menghasilkan hal terbaik bagi kita dan menjadi tonggak kemajuan pendidikan bagi bangsa Indonesia saat ini. Diantaranya ada pergerakan Budi Utomo yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori beberapa mahasiswa STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen). Adapun Tokoh pendiri organisasi Budi Utomo, antara lain Dr. Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Namun Pendirian Budi Utomo tidak terlepas dari peran dr. Wahidin Soedirohusodo yang sering berkeliling ke kota-kota besar di Jawa untuk mengkampanyekan bantuan dana bagi pelajar pribumi yang berprestasi dan yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan. Adapun tujuan utama pergerakan Budi Utomo yaitu untuk menjamin kehidupan bangsa yang terhormat dengan fokus utama organisasi ini terletak pada bidang sosial, pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan. Saat ini tanggal berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional yaitu setiap tanggal 20 Mei .
Berikutnya ada seorang tokoh wanita yang bergerak dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk memperoleh hak pendidikan dan hak-hak lainnya yang sama dengan pria. Tokoh tersebut bernama Raden Ajeng Kartini (RA Kartini). Kartini adalah merupakan putri tertua dari keluarga keturunan ningrat yang berada di Jepara, Jawa Tengah. Ia menyandang predikat sebagai kasta bangsawan. Ayahnya merupakan seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosroningrat. Pada masa kolonial, Kartini melihat perempuan terikat dengan norma-norma budaya patriartki yaitu peran perempuan dianggap tidak setara dengan laki-laki. Pemikirannya yang lugas menentang budaya turun temurun tentang peran perempuan yang lazimnya hanya menjalani kehidupan sebagai istri, ibu, dan dianggap tak mampu melakoni peran laki-laki. Perjuanganya berhasil sehingga terwjudlah kesetaraan antara pria dan wanita yang dikenal dengan adanya istilah emansipasipasi wanita hampir dalam seluruh bidang pendidikan, pekerjaan, organisasi, dll. Hasil perjuangannya ditetapkan sebagai hari besar negara yaitu Hari Kartini pada tanggal 21 April dan beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Selanjutnya ada lagi salah satu pejuang pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara yang lahir di Pakualaman, Yogyakarta, 2 Mei 1889. Pada zaman kolonial, ia melihat kebijakan Hindia Belanda hanya mempersilakan anak-anak kelahiran Belanda dan kaum priayi saja yang bisa menempuh pendidikan. Namun kaum pribumi lain tidak bisa menikmati pendidikan sekecil apapun. Kebijakan tersebut ditentang oleh Ki Hadjar Dewantara. Ia mengkritik kebijakan pemerintah kolonial sehingga ia diasingkan ke Belanda bersama dengan dua rekannya yaitu Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkusumo. Ketiganya kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”. Setelah Kembali dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau disebut Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk memberikan hak pendidikan yang sama bagi kaum pribumi dan rakyat jelata Indonesia dengan anak-anak keturunan Belanda dan kaum priyayi. Akhirnya perjuangannya berhasil sehingga kaum pribumi memiliki hak yang sama dalam mengecap pendidikan, dengan kaum priayi dan keturunan Belanda. Selain mendirikan lembaga pendidikan, ia juga aktif menulis dengan tema pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisannya, Ki Hadjar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Oleh pemerintah Indonesia ia diangkat sebagai pahlawan nasional dan hasil perjuangannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas yang ditetapkan sesuai tanggal kelahirannya yaitu tanggal 2 Mei.
- Pandangan Alkitab Tentang Pendidikan
Mengingat kesempatan pendidikan saat ini sangat luas dan telah diakomidir oleh pemerintah melalui adanya lembaga pemerintahaan yang khusus menangani dunia pendidikan melalui Departement Pendidikan Dan Kebudayaan. Maka kesempatan ini harus dimanfaatkan oleh umat Tuhan untuk mengupgrade pengetahuannya dan mendorong anak-anak kita untuk dapat menempuh jenjang pendidikan dengan maksimal. Melalui pandangan Alkitab selaku umat Tuhan kita juga didorong untuk memiliki hikmat dan kepintaran. Peran orang tua dalam mejalani proses pendidikan bagi anak-anaknya sangat penting. Salah satu tokoh Alkitab yang memiliki kepintaran dan kebijaksanaan adalah raja Salomo. Hal tersebut diperolehnya ketika Allah memberi kesempatan kepada Salomo untuk meminta apa yang akan diberikan Tuhan kepadanya (1Raja3:5). Lalu ia meminta hikmat untuk menghakimi umat-Nya yang sangat besar (1Raja 3:9b). Lalu Allah memberikan hikmat kepada Salomo dan pengertian yang amat besar, serta akal yang luas seperti dataran pasir di laut (1Raja 4:29).
Christoph Barth (2016), mengatakan sejak zaman Daud terlebih dalam zaman Salomo, hikmat dikumpulkan, dicatat dan dikembangkan di kota kerajaan yaitu Yerusalem dan dijadikan sumber hikmat dan pengetahuan. Itu sebabnya FT dalam Yes.2:3b, “Dari Sion akan keluar pengajaran dan Firman Tuhan dari Yerusalem”. Sehingga banyak suku bangsa akan datang ke Yerusalem untuk beroleh pengetahuan khususnya pengajaran tentang hukum-hukum Tuhan. Bahkan Salomo meskipun ia memiliki hikmat yang luar biasa, tetapi ia tetap memanggil orang-orang bijak menjadi penasihat-penasihatnya atau menjadi guru untuk anak-anak raja serta calon pegawai kerajaan. Sehingga secara lambat laun anak-anak para elit politik dan ekonomi masuk ke dalam sekolah istana. Mereka belajar membaca dan menulis, menggunakan bahasa dengan cara yang meyakinkan, melakukan perencanaan dan menghitung. Dengan proses belajar mengajar di lingkungan istana banyak orang akan mendapat ilmu pengetahuan baik pengajaran yang akan menambah ilmu pengetahuan yang akan mendatangkan Skill dan Knowledge maupun peningkatan kualitas sipiritual melalui pengajaran tentang hukum-hukum Tuhan.
Bagi kita yang percaya kita tidak hanya sekedar meningkatkan intelektual yaitu memiliki kepintaran yang akan menambah logika berpikir yang dapat diperoleh melalui proses belajar mengajar atau pendidikan semata (to fill intelligence of the brain), tetapi harus memiliki hikmat yang bersumber dari takut akan Tuhan melalui peningkatan kualitas kerohanian. Sebab seseorang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual (intellectal intelligence) belum tentu memiliki hikmat jika orang tersebut tidak hidup di dalam ketaatan Firman Tuhan. Sebaliknya orang yang takut akan Tuhan akan dikaruniakan hikmat dan pengetahuan dan akan melakukan kebenaran dalam setiap langkah hidupnya. Ams.5:1-2, “Hai anakku, perhatikanlah hikmatku, arahkanlah telingamu kepada kepandaian yang kuajarkan, supaya engkau berpegang pada kebijaksanaan dan bibirmu memelihara pengetahuan”. Hikmat itu berasal dari Allah yang akan dikaruniakan kepada setiap orang yang takut akan Tuhan. “Sesungguhnya, takut akan Tuhan itulah hikmat dan menjauhi kejahatan itulah akal budi”.
Melalui mementum peringatan hari Kartini yang baru saja kita peringati bersama, mari kita terus berproses untuk meningkatkan kualitas diri yang akan meningkatkan komptensi melalui penambahan Skill and Knowledge dan juga mendorong anak-anak kita untuk dapat menikmati pendidikan secara optimal yang telah tersedia melalui kebijakan program pendidikan yang dikelola pemerintah terlebih lagi di zaman era digital ini (digitalisasi) yang sangat memudahkan untuk memproleh ilmu pengetahuan dengan segala jenisnya. Amin, TYM.
Oleh: Robert Pangaribuan (Alumni FEB)
No responses yet