Gereja yang Membangun Bangsa, Inspirasi Orang Samaria yang Baik Hati

Sudah lama rasanya saya tidak menulis sebuah artikel renungan. Percaya bahwa segala sesuatu ada rencana Tuhan, saya pun mengiyakan permintaan menulis sebuah artikel dalam bulletin alumni KMK USU. Tema yang diminta adalah soal Gereja Yang Membangun Bangsa. Dalam perenungan singkat saya teringat firman yang menggerakkan saya akhirnya masuk dalam dunia politik, firman itu adalah sebuah kisah inspiratif Orang Samaria Yang Baik Hati.

Mungkin kisah Orang Samaria Yang Baik Hati bukan sekali atau dua kali kita dengarkan. Bisa saja sudah berkali-kali dan bahkan kita dalam sebuah kesempatan mungkin saja pernah membawakan renungan dengan kisah tersebut. Sebuah kisah yang membuat saya akhirnya masuk dalam dunia politik karena tidak bisa melakukan panggilan tersebut dengan status saya sebelumnya yang adalah seorang full timer Perkantas Riau.

Dalam kisah Orang Samaria Yang Baik Hati, Yesus membandingkan 3 orang dengan status yang berbeda dalam menghadapi situasi yang sama. Kisah ini Yesus ceritakan menjawab seorang ahli Taurat yang bertanya “siapakah sesamaku manusia?”. Yesus membandingkan tindakan seorang imam, seorang Lewi, dan seorang Samaria saat menemukan orang terluka dalam keadaan setengah mati. Imam dan Lewi melewati orang yang sekarat itu dari seberang jalan, tetapi orang samaria tergerak hatinya oleh belas kasihan.

Tidak terlalu detail kisah ini diceritakan oleh Yesus mengenai iman orang Samaria tersebut. Tidak juga detail menceritakan mengenai iman seorang Imam dan seorang Lewi tersebut. Tetapi yang diangkat oleh Yesus dalam menjawab pertanyaan “siapakah sesamaku manusia?” adalah sebuah tindakan atas dasar belas kasihan untuk menolong orang yang sekarat tersebut. Mungkin ada konflik budaya dan tradisi, tetapi semua itu bukanlah kepedulian Yesus bagaimana seharusnya kita mengasihi sesama. Mengasihi sesama adalah tindakan hati yang penuh belas kasihan.

Gereja (pribadi, organisasi, maupun bangunan) tidak akan pernah jadi mata air yang membangun bangsa tanpa disertai hati yang penuh belas kasihan. Membangun bangsa juga sama dengan tindakan mengasihi sesama. Haruslah bersumber dengan hati yang penuh belas kasihan. Terlebih melihat kondisi bangsa yang saat ini sedang mengalami pandemi Covid 19. Saling tolong menolong, saling membantu akan lahir dari Gereja yang penuh dengan belas kasihan.

Gereja sejak dahulu ikut membangun bangsa ini. Mulai dari masa merebut kemerdekaan sampai pada masa reformasi saat ini. Lalu gerakan apa yang bisa dilakukan gereja dalam membangun Indonesia masa kini?! Hanya satu kata, BERPARTISIPASI. Gereja harus berpartisipasi dalam membangun bangsa. Tidak pasif melainkan proaktif melakukan gerakan-gerakan mendukung pembangunan bangsa lebih baik ke depannya.

Hal yang bisa dilakukan secara pribadi adalah mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah selama masa pandemi dengan disiplin, saling mengingatkan dan menegur dengan sesama, dan saling menolong sebisa mungkin orang yang terdampak pandemi. Secara organisasi? Gereja bisa melakukan pembagian sembako atau paket obat dan vitamin bagi warga sekitar Gereja yang melakukan Isolasi Mandiri. Dalam konteks yang lebih besarnya, Gereja juga bisa melakukan vaksinasi atau melakukan terobosan menyiapkan tempat Isoman atau pasien OTG di asrama atau gedung serba guna yang bisa dialihfungsikan.

Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai Gereja untuk membangun bangsa ini. Melakukan partisipasi yang aktif yang digerakkan oleh hati yang penuh belas kasihan. Tanpa itu, maka Gereja hanya akan melewati setiap jaman melalui seberang jalan dan tidak peduli dengan kondisi bangsa yang membutuhkan bantuan. Yuk, jadi Gereja Yang Membangun Bangsa.

Oleh: Palti Hutabarat (FP’02)

CATEGORIES:

Uncategorized

Tags:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Latest Comments