Being An Authentic Person With God (Menjadi Pribadi yang Autentik bersama Tuhan)

Menjadi pribadi yang autentik di hadapan Tuhan adalah salah satu tujuan saya sebagai orang percaya yang telah diselamatkan. Ketika saya merefleksikan setahun terakhir, saya melihat banyak hal yang Tuhan tunjukkan sebagai kesempatan bagi saya untuk menjadi pribadi yang autentik. Pribadi yang jujur, apa adanya, berani mengeskpresikan rasa, tidak bertopeng, dan terbuka baik kepada Tuhan mau pun kepada diri sendiri sehingga orang lain pun dapat merasakannya. Tentunya bisa saja hal ini adalah bias yang saya anut karena hanya Tuhan yang dapat menyelami kebenaran hati saya. Namun, sepanjang perjalanan saya bersama Tuhan semenjak menerima Yesus Kristus (tahun 2003) sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi, banyak hal yang dapat saya pelajari dan maknai sejalan dengan hikmatNya melalui Kitab Suci dan persekutuan dengan saudara seiman lainnya. Bahkan, firmanNya sangat menuntun saya menjadi pribadi yang autentik bersama Tuhan.

Autentik menurut KBBI adalah dapat dipercaya; asli; tulen; dan sah [1]. Sedangkan dalam bidang psikologi, autentisitas menjelaskan tentang seseorang yang menjalani kehidupan sesuai dengan jati dirinya, nilai-nilai pribadinya, dan bukan terpaksa mengikuti tuntutan masyarakat, seperti tekanan sosial, anjuran keluarga dan kewajiban semata [2]. Autentisitas adalah soal kehadiran, hidup di saat ini dan menjalaninya dengan keyakinan penuh. Orang yang autentik membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman dengan kejujurannya. Mereka orang yang memiliki integritas yang tidak diragukan [3]. Merujuk pada penjelasan di atas, bukankah demikianlah seyogyanya kita sebagai orang percaya? Bukankah Kristus menyatakannya dalam buah-buah roh? Apakah saya yang di keluarga, di pertemanan, di lingkungan tempat tinggal dan di kampus serta di tempat kerja adalah orang yang sama? Apa jati diri saya? Apa nilai-nail pribadi yang saya pegang dan apa sumbernya? Saya mengajak kita untuk merefleksikan sudah sejauh mana kita menjalani hidup yang autentik sebagai orang Kristen.

1. Akui Tuhan

Amsal 3:5-6 berkata “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Saya sadari tidak ada kekuatan yang dapat mengubah hati manusia selain kuasa Tuhan. Sepanjang tahun 2020 saya terus melatih diri saya untuk percaya kepada Tuhan dengan segenap hati. Hal ini tidak mudah terlebih ketika kenyamanan yang selama ini diperoleh harus terguncang karena pandemi yang melanda dunia sehingga berdampak buruk terhadap banyak orang baik secara psikis, fisik dan ekonomi. Namun, pengalaman bersama Tuhan di waktu-waktu sulit sebelumnya, dan pendewasaan iman yang diperoleh saat itu malah bermanifestasi dengan luar biasa di kondisi pandemi. Hati ini seolah bersuara dan berkata, “Semua akan baik-baik saja. Lakukan saja yang terbaik darimu. Tuhan sudah banyak berkarya dan Dia tidak akan berhenti mengerjakan bagianNya.” Saya teringat akan beberapa alumni pelayanan yang saya temui masih menjadi orang yang tenang dalam masa sulit dan tetap menjadi berkat melalui sikap dan perilakunya secara konsisten. Mereka mengakui Tuhan dalam hidupnya.

2. Jujur dan Transparan

Orang Kristen yang autentik adalah orang yang terbuka, transparan, apa adanya dan jujur tentang masa lalu mereka dan kondisi yang mereka alami saat ini. Hal ini tentunya sejalan dengan kedewasaan rohani dan perjuangan untuk menghidupi nilai-nilai yang dianut. Walaupun seorang Kristen tampak tenang dalam masa sulit, dia tidak akan malu menjadi pribadi yang rapuh dan tidak akan menutupi kegelisahannya. Dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk menjadi pribadi yang utuh di hadapan saudara seimannya, dengan segala kekurangan yang ada. Seberapa sering kita memakai topeng di hadapan saudara yang lain? Seberapa sering kita mencari aman untuk tidak menimbulkan ketidaknyamanan? Memang merupakan suatu tantangan mengikuti suara hati untuk jujur dan menjalan hidup yang transparan. Yeremia 17:9 mengingatkan kita dengan berkata: “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?. Ayat ini mengingatkan saya untuk hati-hati dengan kebohongan-kebohongan putih yang dianggap wajar oleh beberapa orang sehingga akhirnya menjadi tabiat yang susah diubah.

3. Refleksi dan Bersyukur

Menjadi orang yang autentik melibatkan kemampuan untuk mawas diri dan memahami apa yang menjadi motivasi diri. Ayat Kitab Suci yang selalu mengajak saya untuk membiasakan melakukan refleksi adalah Roma 8:28 yang berbunyi: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikanbagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggilsesuai dengan rencanaAllah.” Saya percaya apapun yang saya rencanakan dan kerjakan serta hasil yang didapatkan adalah sesuai dengan rencana Tuhan. Dalam pemahaman ini maka saya pun dapat menyampaikan rasa syukur saya kepada Tuhan walau hasil perjuangan saya tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Mendatangkan kebaikan adalah frasa yang luar biasa dalam ayat itu. Hal ini juga yang membantu saya untuk tidak pusing dengan standar yang diterapkan oleh orang lain kepada saya karena mereka tidak tahu makna yang ada. Sebagai orang Kristen, mengucap syukur adalah karakter yang idealnya sudah melekat pada diri kita. Pengorbanan terbesar di kayu salib sudah dilakukan. Apa lagi yang kita minta melebihi hal tersebut dari Yesus Kristus?

“Untuk menjadi autentik, kita harus memupuk keberanian untuk menjadi tidak sempurna dan rapuh. Kita harus percaya bahwa kita pada dasarnya layak untuk dicintai dan diterima sebagaimana apa adanya kita. Saya telah belajar bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk mengundang lebih banyak rahmat, syukur, dan kegembiraan ke dalam hidup kita selain dengan mempraktikkan autentisitas secara sadar. “- Brené Brown 

Selamat Tahun Baru 2021. Bersama Tuhan kita menjadi umat Tuhan yang autentik dan semakin berdampak dalam karya kita masing-masing. Amin.

Referensi:

[1]      KBBI, “Autentik,” 2020. .

[2]      Wikipedia, “Authenticity (philosophy) – Wikipedia,” 2020. [Online]. Available: https://en.wikipedia.org/wiki/Authenticity_(philosophy). [Accessed: 29-Dec-2020].

[3]      C. D. Connors, “The 5 Qualities of an Authentic Person – Personal Growth – Medium,” 2017. [Online]. Available: https://medium.com/personal-growth/the-5-key-ingredients-of-an-authentic-person-259914abf6d5. [Accessed: 29-Dec-2020].

CATEGORIES:

Uncategorized

Tags:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Latest Comments