Amanat Agung di tangan Seorang Ibu

Seorang Kristen, disebut juga murid Kristus yang berarti seorang yang meneladani hidup gurunya. Guru kita yaitu Yesus Kristus memberikan kita amanatNya yang agung sebelum Ia naik ke Sorga yaitu menjadikan segala bangsa murid-Nya. Kebanyakan dari kita yang saat mahasiswa mengikuti persekutuan, yang pernah dibina dalam sebuah kelompok kecil tidak asing dengan istilah murid yang memuridkan. Kita berada dalam sebuah kelompok yang beranggotakan 3-8 orang mahasiswa, berkumpul bersama secara rutin belajar Firman Tuhan, memuji Tuhan lewat lagu, pergi melayani dan bermisi bersama di kampus atau di luar kampus. Kemudian kita yang tadinya adalah anggota kelompok, menjadi pemimpin kelompok kecil, demikian terjadi siklus berulang. Suatu cara yang sangat efektif dalam pemuridan. Sehingga seiring berjalannya waktu, ketika-khususnya – saat sudah berkeluarga atau bekerja beranggapan hanya cara sedemikianlah cara yang paling efektif dalam memuridkan. Sebagai seorang ibu apalagi yang harus mengurus rumah tangganya, bila memiliki pandangan sedemikian tidak jarang justru menjadi merasa berdosa dan belum melakukan pemuridan. Apakah status kita sebagai seorang ibu justru menghalangi kita memuridkan dengan lebih efektif untuk memenuhi amanat Agung Yesus Kristus ? Apakah jika seseorang tidak memimpin sebuah kelompok kecil belum dikatakan memuridkan ?

Sebelum kita menyimpulkan jawaban untuk pertanyaan di atas , mari kita mengerti apa artinya seorang Ibu. Menurut KBBI, Ibu adalah seorang wanita yang telah melahirkan anak, sebutan kepada seorang wanita yang telah bersuami maupun panggilan yang lazim kepada seorang wanita dewasa apakah sudah bersuami atau tidak. Meskipun seorang wanita tidak memiliki anak, apakah karena keputusan untuk melajang ataupun tidak dikaruniai oleh Tuhan, tetap dipandang bahwa dia memiliki sifat keibuan yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat misalnya kesabaran untuk membimbing, mengayomi dan menasehati orang-orang muda. Bahkan tidak jarang wanita yang tidak memiliki anak biologis bisa mengasuh lebih banyak anak daripada ibu yang punya anak biologis.

Peran ibu dalam kehidupan sangatlah vital. Yang pertama – tama mengandung ,melahirkan dengan rasa sakit yang luar biasa, menyusui , merawat, mendidik seorang anak hingga menjadi pribadi yang dewasa dan mandiri, selain daripada perannya yang lain sebagai seorang isteri. Banyak penelitian yang menunjukkan  besarnya pengaruh didikan ibu terhadap perkembangan anak baik secara fisik, kognitif, emosional dan social. Salah satunya Anak yang mendapat cukup kasih sayang dari ibunya cenderung lebih mampu berempati dan bersosiasisasi dengan baik. Hal ini wajar mengingat ibu adalah sekolah dan guru anak yang pertama-tama, secara natural lebih melekat dengan anak terutama di tahun-tahun pertama kehidupannya.

Dalam mendidik anaknya, setiap ibu memiliki doktrin nya masing-masing, seperangkat kebenaran yang dipegang teguh, dijalankan dalam hal motivasi, tujuan, serta cara yang dianggap terbaik .Doktrin ini terbentuk dan tersusun di dalam alam sadar ataupun bawah sadar yang berasal dari adat istiadat atau budaya turun temurun, pengetahuan yang diterima dari sekolah formal ataupun informasi dari media cetak atau elektronik, ajaran agamanya, pengalamannya atau pengalaman orang lain yang diterimanya sebagai kebenaran. Mengenai tujuan, umumnya para ibu menginginkan anaknya menjadi anak yang baik, berbakti kepada orang tua, berguna bagi masyarakat, sukses dalam studi dan banyak hal baik lainnya. Ada ibu yang mendidik anak dengan motivasi supaya anaknya menjadi yang terdepan di masyarakat, dan mereka menjadi keluarga yang ternama, menaikkan derajat sosial. Ada ibu yang mendidik anak karena memang merasa itu secara natural wajib dilakukan seorang ibu. Herannya ada ibu yang membuang anaknya begitu lahir, atau menelantarkan anaknya selama dalam asuhannya. Tetapi banyak juga ibu yang mendidik anak murni karena mengasihi anak tersebut.

Di dalam dunia yang penuh dengan perbedaan pola asuh dan doktrin ibu dalam mendidik anak, bagaimana seharusnya kita menyikapinya ? Cara apa yang sebaiknya kita kerjakan ? Seorang Kristen yang juga adalah Ibu, sejatinya hidupnya harus dipimpin oleh Roh Kudus, senantiasa mengikuti jalan dan cara Tuhan yang diterima dari FirmanNya. Di tengah banyaknya tips-tips, metode membesarkan anak, Alkitab adalah kebenaran sejati, sumber hikmat kita dalam mendidik anak agar seturut dengan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, justru ketika kita sekarang menjadi orang tua harusnya semakin rajin meneliti jalan-jalan Tuhan, secara khusus dalam membesarkan anak. Hanya firman Allah yang mampu memisahkan pikiran dan hati kita, melihat apakah benar cara dan motivasi kita hanya untuk kemuliaan Tuhan atau bukan. Firman Allah juga sanggup meneliti jalan-jalan yang ditawarkan dunia ini apakah karena melakukan yang terbaik untuk Tuhan atau untuk mempermuliakan diri manusia, menjadi ilah bagi diri sendiri.

Dari Alkitab sendiri kita melihat beberapa contoh mengenai pengaruh seorang ibu terhadap moral dan iman seorang anak. Kita tentu tidak asing dengan Izebel, istri Ahab raja Israel. Ia adalah penyembah berhala dan menjadikan suami serta seluruh Israel menyembah berhala, Ia memiliki ratusan nabi palsu. Sifatnya sangat ingin mendominasi dan menguasai dan menuntut agar kehendaknya yang terjadi, bahkan sampai mampu merencanakan pembunuhan. Apa yang terjadi dengan anak-anaknya? Mereka berkelakuan yang jahat sama seperti ibunya, sama-sama menjadi raja yang jahat dan menyembah berhala sehingga pemerintahannya tidak diberkati Tuhan dan tidak bertahan lama. Sebaliknya Timotius, anak yang lahir dari ibu Yahudi dan ayah non Yahudi benar-benar punya karakter dan iman yang berbeda dengan anak-anak Izebel. Timotius dikenal sebagai orang yang penuh kasih sayang, punya iman yang tulus ikhlas dalam melayani Tuhan, semasa mudanya pun sudah melayani bersama rasul Paulus. Paulus menyebutkan ini tidak lepas dari peran Ibunya Eunike yang mengenal Allah dan mengajarinya kitab suci. Tentu iman dan ketaatan seorang ibu bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan bagaimana seorang anak di kemudian hari, karena ada juga ibu yang setia melayani Tuhan, tetapi anaknya malah menentang Tuhan.  Tetapi yang dapat kita lihat adalah, seorang ibu punya pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan kepribadian seorang anak.

Menjadikan segala bangsa murid kadang kita kurung dalam pengertian pergi memberitakan injil dan memuridkan suku-suku atau kelompok komunitas tertentu saja. Dan kata efektif sering kita kaitkan dengan banyaknya jumlah orang yang berhasil dilayani. Berpengaruh atau tidak sering disempitkan dengan seberapa spektakuler sebuah pelayanan. Menjadi ibu , ibu rumah tangga sangat biasa dalam pandangan masyarakat umum, toh siapapun wanita bisa saja jadi isteri atau ibu, tidak terlalu ada yang kelihatan spektakuler disana. Kebanyakan ibu tidak berdiri di mimbar atau menjadi missionaris penuh waktu, mereka di rumah, di masyarakat mengasuh anak. Lantas apakah peran sedemikian dipandang tidak ada sangkut paut dengan pemuridan? Jika Tuhan mempercayakan anak dalam keluarga, maka anak itulah juga yang harus kita didik dengan visi menjadikan dia murid Kristus yang sejati dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan kita menyerahkan hidup kita dan anak kita agar menjadi alat dalam tangan Tuhan.

Di sisi lain bukan berarti ketika kita memiliki anak yang harus kita kasihi, kita menjadi abai terhadap pelayanan apakah itu komunitas, gereja dan pelayanan misi di dunia. Bila Tuhan memberi kita kesempatan memimpin kelompok pemuridan, atau terlibat dalam pelayanan misi, maka kita tidak boleh menjadikan keberadaan anak sebagai dalih untuk menolaknya. Juga tidak menelantarkan anak dengan alasan demi pelayanan yang lebih besar. Jadi, menjadi murid kristus sekaligus seorang ibu bukan dikurung dalam jenis atau jumlah pelayanan yang tertentu yang harus dilakukan, melainkan pertama-tama adanya sikap hati yang benar di hadapan Tuhan, apakah amanat agung, visi Allah masih menjadi tujuan hidup kita? Apakah firman-Nya yang masih memandu kita dalam setiap keputusan atau hal yang kita lakukan? bila pemahaman kita akan kehendak Allah ini sudah diluruskan, maka kita minta kekuatan dari Allah untuk memampukan kita melakukan panggilan sebagai murid dan peran sebagai ibu dengan benar dan seimbang. Siapa yang tahu anak anda yang sekarang justru kelak dipakai Tuhan dengan lebih luar biasa daripada anda oleh karena iman yang anda wariskan kepadaNya? Untuk setiap peran dan bagian yang kita terima dari Tuhan, mari melakukannya dengan sungguh-sungguh untuk memuliakan Dia.

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kol 3:23

Oleh: Junita Simangunsong (Fkep’09)

CATEGORIES:

Uncategorized

Tags:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Latest Comments